Banda Aceh, Ditjen Diksi PKPLK – PKBM Ruman Aceh di Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, terus memperkuat upaya peningkatan literasi masyarakat melalui program Mibara (Minggu Baca Rame-Rame), sebuah kegiatan membaca bersama di ruang publik yang telah berlangsung secara konsisten sejak 2014. Program yang salah satunya digagas oleh pendiri PKBM Ruman Aceh, Ahmad Arif, ini menjadi salah satu inisiatif literasi komunitas yang berperan signifikan dalam memperluas akses masyarakat terhadap bahan bacaan.
Menurut Ahmad Arif, penyelenggaraan Mibara didorong oleh kebutuhan menghadirkan ruang membaca yang mudah diakses, inklusif, dan ramah bagi seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, program ini lahir dari keinginan menguji klaim statistik yang menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia rendah.
“Mibara mulai kita laksanakan pada 18 Mei 2014. Sudah lebih dari sebelas tahun. Awalnya karena kami penasaran dengan angka statistik UNESCO yang mengatakan minat baca Indonesia, terutama anak-anak, rendah. Namun, fakta yang kami lihat justru sebaliknya, anak-anak berebutan membaca buku,” ujarnya.

Mibara digelar setiap Minggu pagi di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, dengan menyediakan ratusan buku yang dapat dibaca di tempat maupun dipinjam tanpa biaya. Prosedur peminjaman buku juga dibuat sangat sederhana. Pengunjung cukup mencatat identitas dasar seperti nama dan nomor kontak, dan mereka dapat meminjam maksimal lima buku untuk kemudian dikembalikan pada minggu berikutnya.
“Di Mibara tidak ada syarat apa pun, tidak ada kartu anggota. Kami memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat. Pencatatan peminjaman pun sederhana, hanya mencantumkan tanggal, nama peminjam, judul buku, dan nomor handphone. Nomor handphone diperlukan untuk mengirimkan pengingat setiap Sabtu malam bahwa Mibara akan dilaksanakan keesokan harinya,” jelas Ahmad.
Ia menegaskan bahwa Mibara bukan sekadar program membaca rutin, tetapi juga sebuah upaya menghadirkan akses bacaan yang inklusif. Menurutnya, persoalan literasi selama ini bukan pada rendahnya minat baca, melainkan pada kurangnya sarana dan layanan yang memadai.
“Minat baca masyarakat Indonesia tidak rendah, tetapi sarananya yang kurang. Faktor ekonomi keluarga juga memengaruhi sehingga tidak semua orang dapat membeli buku. Selain itu, pengelola layanan bacaan juga harus ramah. Banyak yang menyediakan perpustakaan, tetapi syarat peminjamannya berbelit, bahkan ada denda. Kita ingin membalikkan semua itu,” katanya.

Selama sebelas tahun berjalan, Mibara telah meminjamkan dan mendistribusikan puluhan ribu buku kepada masyarakat. Koleksi buku tersebut diperoleh terutama dari sumbangan publik yang ingin mendukung peningkatan literasi di Aceh.
“Selama sebelas tahun, pengunjung yang meminjam buku tercatat sebanyak 18.442 orang. Yang membaca di tempat tidak kami catat. Total buku yang dipinjam mencapai sekitar 66.506 eksemplar. Setiap minggu, peminjam selalu lebih dari 100 orang,” ungkapnya.
Ahmad menambahkan, Mibara kini telah menjadi model gerakan literasi komunitas yang direplikasi di sejumlah daerah di luar Aceh, menunjukkan bahwa inisiatif lokal mampu memberi dampak lebih luas bagi ekosistem literasi nasional. (Esha/NA/AS)