Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Direktorat Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) meluncurkan program Relawan Pendidikan tahun 2025 beberapa waktu lalu. Sebagai salah satu inisiatif prioritas Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mempercepat penanganan anak usia sekolah tidak sekolah (ATS), nantinya Relawan Pendidikan ini akan bertugas untuk melakukan kegiatan pendataan hingga advokasi terhadap ATS agar dapat kembali bisa mengakses pendidikan.
Rani Astriani Mointi menjadi salah satu dari 110 Relawan Pendidikan 2025 terpilih. Ia diterjunkan untuk wilayah tugas di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
“Saya tertarik untuk mengikuti Relawan Pendidikan karena melihat masih cukup banyak anak sekolah yang tidak sekolah dan Relawan Pendidikan adalah bukti kehadiran negara untuk menjangkau mereka yang belum terjangkau,” kata Rani.
Menurutnya, saat terlibat di Relawan Pendidikan, Rani baru mengetahui bahwa angka Anak Tidak Sekolah di Indonesia masih cukup banyak.
“Jujur, saya sempat agak tercengang. Ternyata, banyak juga anak Indonesia yang tidak sekolah. Tentu dengan berbagai alasannya,” kata Rani yang aktif dan merupakan pendiri Teras Baca Nasana, sebuah komunitas literasi yang ada di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Menurut Rani, meski data mengenai anak putus sekolah masih harus divalidasi, tingginya angka anak tidak sekolah di wilayah kerjanya ternyata cukup memprihatinkan.
Padahal, lanjut Rani, Gubernur Sulawesi Tengah membuka akses seluas-luasnya untuk lulusan SMA (sederajat) agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1. Namun, dengan kondisi tersebut, program Gubernur tidak bisa dimanfaatkan.

“Ironisnya, ternyata masih banyak anak-anak di Sulawesi Tengah yang tidak bisa mengakses beasiswa tersebut karena mereka tidak bersekolah hingga SMA dan walaupun sempat belajar di jenjang tersebut, mereka tidak menyelesaikannya,” tambah Rani.
Saat turun untuk melakukan validasi, Rani mengaku menemukan fakta lain yang tak kalah mencengangkan. Menurutnya, salah satu alasan anak-anak di wilayah kerjanya tidak bersekolah adalah karena masih adanya anggapan bahwa pendidikan bukan hal utama bagi anak dan bagi lingkungan sekitarnya.
“Orang tua lebih mendukung anak-anak ikut bekerja karena dengan bekerja mereka bisa punya uang, sedangkan ke sekolah mereka tidak diuntungkan secara materi,” tambah Rani.
Oleh karena itu, Rani berharap dengan adanya Program Relawan Pendidikan, anggapan orang tua terhadap pendidikan bisa berubah. Para orang tua menjadi lebih mementingkan pendidikan untuk putra putri mereka.
Selain membangkitkan kesadaran orang tua, kehadiran Relawan Pendidikan seperti dirinya juga diharapkan bisa menumbuhkan motivasi dan minat ATS untuk kembali ke sekolah.
“ATS bisa tersadarkan bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting sebagai bekal untuk berkehidupan mereka nanti,” tambah Rani.
Sebagai informasi, Relawan Pendidikan merupakan bagian dari gerakan sosial nasional untuk menghidupkan kembali semangat belajar di masyarakat. Saat ini sebanyak 110 relawan telah dilepas dan akan bertugas selama satu bulan di empat kabupaten uji terap, yaitu Kabupaten Donggala, Kupang, Lombok Utara, dan Nias.
Di lokasi-lokasi tersebut para relawan akan melaksanakan kegiatan identifikasi, verifikasi, dan advokasi terhadap ATS agar dapat kembali mengakses pendidikan, baik di jalur formal maupun nonformal. Sebelumnya, para relawan ini sudah mendapatkan pembelaan terkait program tersebut. (Nan/NA/AS)